FKIP UAD Kenalkan Budaya Lokal Kepada Mahasiswa SEA Teacher
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar acara pengenalan budaya lokal untuk mahasiswa SEA Teacher dari dua negara. Sebanyak 16 mahasiswa internasional hadir dalam kegiatan ini, terdiri dari 14 mahasiswa asal Filipina dan 2 mahasiswa dari Kenya. Acara ini berlangsung di Laboratorium PBI-B FKIP UAD dengan tema “Intercultural Insight On Screen” pada Sabtu(15/2).
Irfan Yuniarto, Ph.D., selaku Ketua Tim Kerjasama Global FKIP UAD, menyambut hangat para mahasiswa SEA Teacher. Dalam sambutannya, ia mengajak para peserta untuk menonton dan mendiskusikan film Tilik. Film pendek tersebut menggambarkan budaya dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Ia berharap selama program SEA Teacher, para mahasiswa mendapatkan banyak pengalaman dan wawasan baru tentang Indonesia.
“After watching, we will discuss various aspects such as culture, language, education, and other important elements from the movie. During your SEA Teacher program, I hope you (inbound students) gain valuable experiences, explore new insights, and learn from your surroundings,” ujar Irfan dalam sambutannya.
Baca juga: Mahasiswa SEA Teacher dari USLS Sampaikan Kesannya Selama di FKIP UAD
Diskusi Nilai Budaya dan Sosial dalam Film Tilik

Mahasiswa Sea Teacher Nonton FIlm Tilik (Foto: Humas FKIP UAD)
Setelah pemutaran film Tilik, para mahasiswa berdiskusi mengenai nilai budaya dan sosial yang terkandung dalam film tersebut. Film karya Wahyu Agung Prasetyo ini menampilkan dinamika sosial, budaya gosip, peran perempuan, serta nilai-nilai moral yang erat dengan kehidupan masyarakat Indonesia.
Bersama 3 mahasiswa, yaitu: Azzam Firdausi Irawan, S.Pd. (Mahasiswa Magister PBI UAD), Qurrata Ayun (Mahasiswa PBI UAD), dan Sabrina Uswatun Hasanah (Mahasiswa PG PAUD UAD), mereka berdiskusi tentang bahasa, nilai sosial budaya, dan pendidikan.
Qurrata Ayun menjelaskan bahwa Tilik adalah film yang kaya akan ekspresi kehidupan nyata dan percakapan alami. Film ini juga memberikan wawasan tentang berbagai aksen dan pengucapan dalam bahasa Indonesia.
“Tilik has natural conversation and real-life expressions, exposure to different accents and pronunciation, and provides cultural insights into Indonesian society”, ungkap Qurrata.
Kemudian, Azzam Firdausi Irawan membahas nilai dan norma sosial yang tergambar dalam film. Azzam menyoroti bagaimana film ini merepresentasikan kehidupan perempuan pedesaan, khususnya terkait stigma terhadap perempuan yang bekerja dan belum menikah di usia lebih dari 25 tahun. Selain itu, ia menekankan pentingnya memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya.
“The overall moral value of the movie is that when you receive information from the internet, you should verify it first. In the film, none of the characters Bu Tejo, Yu Ning, and the others verify the information before sharing it, leading to misinformation.” jelas Azzam.
Sementara itu, Sabrina Uswatun Hasanah membahas aspek pendidikan dan peran keluarga dalam film Tilik. Ia menekankan bahwa orang tua adalah role model pertama bagi anak-anak dalam membentuk perilaku, nilai, dan cara berkomunikasi.
“Parents are children’s first role models, shaping their behavior, values, and communication styles.” kata Sabrina
Acara ini berakhir dengan sesi tanya jawab yang berlangsung interaktif. Para mahasiswa SEA Teacher terlihat antusias dalam mendiskusikan berbagai aspek budaya dan sosial yang mereka temukan dalam film Tilik.
(Al/ed:ql)