Kajian FKIP UAD: Akhlak Sebagai Fondasi Ilmu dan Kehidupan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UAD kembali menyelenggarakan Kajian Bulanan #29 Dosen dan Tendik FKIP UAD. Kajian ini berlangsung pada Rabu (01/10) di Educators Hall Kampus 4 UAD. Kajian kali ini menghadirkan Ustdaz Wijayanto sebagai pemateri dengan tema Akhlak. Agenda ini dimoderatori oleh Ariati Dina Puspitasari, M.Pd., dosen Prodi Fisika UAD sekaligus Ketua Umum PPNA.
Dekan FKIP UAD, Muhammad Sayuti, M.Pd., M.Ed., Ph.D., membuka acara dengan menyampaikan rasa syukur atas keberlanjutan kajian hingga edisi ke-29. Sayuti mengapresiasi keistiqamahan seluruh civitas akademika dalam membangun kesadaran beragama dan memperkuat ikatan kekeluargaan. Menurutnya, FKIP menjadi pilar penting bagi UAD karena sejarah universitas ini berakar pada fakultas pendidikan sejak tahun 1960.

Muhammad Sayuti, M.Pd., M.Ed., Ph.D., ketika menyampaikan sambutan
Alhamdulillah bisa melanjutkan kajian ke-29, terimakasih atas keistiqomahan untuk membangun kesadaran beragama, membangun bonding diantara keluarga besar karena pilar UAD ada di FKIP, karena sejarah kita adalah pendidikan sejak 1960. ungkap Sayuti.
Pentingnya Akhlak
Dalam kajiannya, Ustadz Wijayanto menegaskan bahwa akhlak adalah fondasi utama kehidupan. Ukuran keberhasilan seseorang tidak hanya dari ilmu yang dimiliki atau prestasi yang diraih, tetapi dari bagaimana ia bersikap terhadap diri sendiri, orang lain, dan Allah.
Wijayanto menambahkan, para ulama menegaskan bahwa akhlak harus didahulukan sebelum ilmu. Ilmu tanpa akhlak dapat melahirkan kerusakan, sedangkan akhlak yang baik akan menghiasi ilmu sehingga bermanfaat bagi banyak orang. Dengan kata lain, akhlak dalam amal ibarat wudhu sebelum salat: syarat sah sekaligus penyempurna ibadah.

Ustadz Wijayanto ketika menyampaikan materi dan dipandu moderator Ariati Dina Puspitasari, M.Pd.
Akhlak itu sebelum ilmu, sampai ulama menegaskan rusaknya orang adalah punya ilmu tapi tidak punya akhlak. ungkap Wijayanto.
Lebih lanjut, Wijayanto menegaskan bahwa nilai seseorang di sisi Allah tidak diukur dari penampilan luar, melainkan dari akhlak dan sopan santunnya. Allah menilai manusia dari ketulusan hati, ketaatan ibadah, dan kemampuannya menjaga hubungan baik dengan sesama. Karena itu, setiap muslim harus melatih diri untuk bersikap rendah hati, menghormati orang lain, dan menjadikan akhlak sebagai dasar dalam setiap amal perbuatannya.
Akhlak dan Surah Al-Hujurat
Wijayanto kemudian mengaitkan akhlak dengan Qs Al-Hujurat ayat 14. Dalam ayat tersebut, Allah menyinggung orang-orang Arab Badui yang mengaku beriman, padahal iman sejati belum bersemayam di dalam hati mereka. Ayat ini menegaskan bahwa iman bukan sekadar ucapan, melainkan harus diwujudkan melalui ketaatan dan amal nyata.
Dari sini terlihat bahwa akhlak menjadi cerminan iman. Seseorang mungkin memiliki ilmu tinggi, gelar, atau kedudukan yang baik, tetapi semua itu tidak berarti tanpa akhlak yang tulus. Seperti halnya iman sejati yang tampak melalui perbuatan, ilmu baru bernilai ketika melahirkan akhlak yang mulia.
Dengan demikian, Surah Al-Hujurat memberikan pelajaran penting bahwa iman, ilmu, dan akhlak tidak dapat dipisahkan. Ketiganya harus berjalan beriringan agar membentuk pribadi yang berilmu sekaligus beradab. Pada akhirnya, ukuran kemuliaan seseorang di sisi Allah bukan terletak pada status atau pengetahuan, melainkan pada akhlaknya dalam menghormati, memuliakan, dan menebar manfaat bagi sesama.
(krln humas fkip)